Menembus Langit Pengetahuan: Refleksi Strategis dalam “Mengenal Kekuatan Dirgantara” karya Chappy Hakim
Di tengah gegap gempita modernisasi pertahanan dan wacana kemandirian teknologi nasional, buku Mengenal Kekuatan Dirgantara karya Chappy Hakim hadir sebagai bacaan yang bukan hanya menggugah, tetapi juga menyadarkan. Diterbitkan oleh Kompas Gramedia, buku ini merupakan kontribusi penting dalam memperluas wawasan masyarakat, akademisi, hingga pembuat kebijakan tentang pentingnya kedirgantaraan dalam menjaga kedaulatan negara.
Chappy Hakim, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara dan pengamat militer senior, menulis buku ini dengan gaya yang lugas namun tetap berwibawa. Dengan pengalamannya yang panjang di dunia penerbangan dan pertahanan, ia mengajak pembaca tidak hanya mengenali struktur dan kekuatan dirgantara, tetapi juga memahami urgensinya dalam konteks geopolitik Indonesia yang strategis.
Buku ini membuka cakrawala pembaca tentang betapa luas dan vitalnya wilayah udara Indonesia—sering disebut sebagai “sky highway” dunia. Dengan posisi geografis yang begitu sentral di antara dua benua dan dua samudra, wilayah udara Indonesia menjadi jalur lalu lintas penerbangan internasional yang sangat padat. Namun, apakah bangsa ini sudah cukup siap secara infrastruktur dan kebijakan untuk mengelola dan mengamankan ruang udara tersebut?
Melalui berbagai esai dan refleksi strategis, Chappy mengangkat sejumlah isu krusial: mulai dari pengelolaan Flight Information Region (FIR), minimnya industri aviasi nasional, ketertinggalan teknologi alutsista, hingga pentingnya membangun budaya kedirgantaraan sejak dini. Salah satu bab yang mencolok adalah pembahasannya tentang perlunya “Air Power” sebagai bagian dari kekuatan diplomasi pertahanan—di mana penguasaan udara bisa menjadi faktor penentu dalam perang maupun perdamaian.
Buku ini juga menarik karena tidak terjebak dalam bahasa teknis militer semata. Chappy menulis dengan pendekatan humanistik dan edukatif. Ia tidak hanya menyajikan data dan analisis, tapi juga narasi pengalaman, anekdot historis, hingga analogi-analogi yang memudahkan pembaca awam untuk ikut terlibat dalam pemahaman yang lebih dalam.
Namun, bagi sebagian pembaca, buku ini mungkin terasa berat di beberapa bagian karena sarat dengan istilah strategis dan kebijakan publik yang memerlukan konteks tambahan. Meski begitu, justru di sinilah nilai buku ini: ia memantik diskusi lintas disiplin, dari politik pertahanan hingga tata kelola udara sipil.
Secara keseluruhan, Mengenal Kekuatan Dirgantara adalah bacaan yang relevan, reflektif, dan mencerahkan, khususnya di tengah era ketika kedaulatan udara tak lagi hanya soal pesawat tempur, tetapi juga soal pengaruh, pengetahuan, dan kemampuan bangsa mengelola ruang udara sebagai bagian dari masa depan strategisnya.
Buku ini layak dibaca oleh siapa pun yang peduli akan nasib Indonesia, bukan hanya sebagai negara kepulauan, tetapi sebagai bangsa langit yang bermartabat. (ath)